Nabi
Musa A.S. adalah seorang bayi yang dilahirkan dikalangan Bani Isra'il
yang pada ketika itu dikuasai oleh Raja Fir'aun yang bersikap kejam dan
zalim. Nabi Musa bin Imron bin Qahat bin Lawi bin Ya'qub adalah
beribukan Yukabad.Setelah meningkat dewasa Nabi Musa telah beristerikan
dengan puteri Nabi Syu'aib yaitu Shafura.Dalam perjalanan hidup Nabi
Musa untuk menegakkan Islam dalam penyebaran risalah yang telah
diutuskan oleh Allah kepadanya ia telah diketemukan beberapa orang nabi
diantaranya ialah bapa mertuanya Nabi Syu'aib, Nabi Harun dan Nabi
Khidhir. Di sini juga diceritakan tentang perlibatan beberapa orang nabi
yang lain di antaranya Nabi Somu'il serta Nabi Daud
Catatan :
Para
ahli tafsir berselisih pendapat tentang Syu'aib, mertua Nabi Musa.
Sebagian besar berpendapat bahwa ia adalah Nabi Syu'aib A.S. yang
diutuskan sebagai rasul kepada kaum Madyan, sedang yang lain
berpendapat bahwa ia adalah orang lain yaitu yang dianggap adalah satu
kebetulan namanya Syu'aib juga. Wallahu A'lam bisshawab
Kelahiran Musa Dan Pengasuhnya
Raja
Fir'aun yang memerintah Mesir sekitar kelahirannya Nabi Musa, adalah
seorang raja yang zalim, kejam dan tidak berperikemanusiaan. Ia
memerintah negaranya dengan kekerasan, penindasan dan melakukan sesuatu
dengan sewenang-wenangnya. Rakyatnya hidup dalam ketakutan dan rasa
tidak aman tentang jiwa dan harta benda mereka, terutama Bani Isra'il
yang menjadi hamba kekejaman, kezaliman dan bertindak
sewenang-wenangnya dari raja dan orang-orangnya. Mereka merasa tidak
tenteram dan selalu dalam keadaan gelisah, walau pun berada dalam rumah
mereka sendiri. Mereka tidak berani mengangkat kepala bila berhadapan
dengan seorang hamba raja dan berdebar hati mereka karena ketakutan
bila kedengaran suara pegawai-pegawai kerajaan lalu di sekitar rumah
mrk, apalagi bunyi kasut mrk sudah terdengar di depan pintu.
Raja
Fir'aun yang sedang mabuk kuasa yang tidak terbatas itu,
bergelimpangan dalam kenikmatan dan kesenangan duniawi yang tiada
taranya, bahkan mengumumkan dirinya sebagai tuhan yang harus disembah
oleh rakyatnya. Pd suatu hari beliau telah terkejut oleh ramalan oleh
seorang ahli nujum kerajaan yang dengan tiba-tiba dtg menghadap raja
dan memberitahu bahwa menurut firasatnya falaknya, seorang bayi lelaki
akan dilahirkan dari kalangan Bani Isra'il yang kelak akan menjadi
musuh kerajaan dan bahkan akan membinasakannya.
Raja Fir'aun
segera mengeluarkan perintah agar semua bayi lelaki yang dilahirkan di
dalam lingkungan kerajaan Mesir dibunuh dan agar diadakan pengusutan
yang teliti sehingga tiada seorang pun dari bayi lelaki, tanpa
terkecuali, terhindar dari tindakan itu. Maka dilaksanakanlah perintah
raja oleh para pengawal dan tenteranya. Setiap rumah dimasuki dan
diselidiki dan setiap perempuan hamil menjadi perhatian mereka pada
saat melahirkan bayinya.
Raja Fir'aun menjadi tenang kembali dan
merasa aman tentang kekebalan kerajaannya setelah mendengar para
anggota kerajaannya, bahwa wilayah kerajaannya telah menjadi bersih dan
tidak seorang pun dari bayi laki-laki yang masih hidup. Ia tidak
mengetahui bahwa kehendak Allah tidak dpt dibendung dan bahwa takdirnya
bila sudah difirman "Kun" pasti akan wujud dan menjadi kenyataan
"Fayakun". Tidak sesuatu kekuasaan bagaimana pun besarnya dan kekuatan
bagaimana hebatnya dapat menghalangi atau mengagalkannya.
Raja
Fir'aun sesekali tidak terlintas dalam fikirannya yang kejam dan zalim
itu bahwa kerajaannya yang megah, menurut apa yang telah tersirat dalam
Lauhul Mahfudz, akan ditumbangkan oleh seorang bayi yang justeru
diasuh dan dibesarkan di dalam istananya sendiri akan diwarisi kelak
oleh umat Bani Isra'il yang dimusuhi, dihina, ditindas dan disekat
kebebasannya. Bayi asuhnya itu ialah laksana bunga mawar yang tumbuh di
antara duri-duri yang tajam atau laksana fajar yang timbul menyingsing
dari tengah kegelapan yang mencekam.
Yukabad, isteri Imron bin
Qahat bin Lawi bin Ya'qub sedang duduk seorang diri di salah satu sudut
rumahnya menanti dtgnya seorang bidan yang akan memberi pertolongan
kepadanya melahirkan bayi dari dalam kandungannya itu.
Bidan dtg dan
lahirlah bayi yang telah dikandungnya selama sembilan bulan dalam
keadaan selamat, segar dan sihat afiat. Dengan lahirnya bayi itu, maka
hilanglah rasa sakit yang luar biasa dirasai oleh setiap perempuan yang
melahirkan namun setelah diketahui oleh Yukabad bahwa bayinya adalah
lelaki maka ia merasa takut kembali. Ia merasa sedih dan khuatir bahwa
bayinya yang sgt disayangi itu akan dibunuh oleh orang-orang Fir'aun. Ia
mengharapkan agar bidan itu merahsiakan kelahiran bayi itu dari
sesiapa pun. Bidan yang merasa simpati terhadap bayi yang lucu dan
bagus itu serta merasa betapa sedih hati seorang ibu yang akan
kehilangan bayi yang baru dilahirkan memberi kesanggupan dan berjanji
akan merahsiakan kelahiran bayi itu.
Setelah bayi mencapai tiga
bulan, Yukabad tidak merasa tenang dan selalu berada dalam keadaan
cemas dan khuatir terhadap keselamatan bayinya. Allah memberi ilham
kepadanya agar menyembunyikan bayinya di dalam sebuah peti yang
tertutup rapat, kemudian membiarkan peti yang berisi bayinya itu
terapung di atas sungai Nil. Yukabad tidak boleh bersedih dan cemas ke
atas keselamatan bayinya karena Allah menjamin akan mengembalikan bayi
itu kepadanya bahkan akan mengutuskannya sebagai salah seorang rasul.
Dengan
bertawakkal kepada Allah dan kepercayaan penuh terhadap jaminan
Illahi, mak dilepaskannya peti bayi oleh Yukabad, setelah ditutup rapat
dan dicat dengan warna hitam, terapung dipermukaan air sungai Nil.
Kakak Musa diperintahkan oleh ibunya untuk mengawasi dan mengikuti peti
rahsia itu agar diketahui di mana ia berlabuh dan ditangan siapa akan
jatuh peti yang mengandungi erti yang sgt besar bagi perjalanan sejarah
umat manusia.
Alangkah cemasnya hati kakak Musa, ketika melihat dari
jauh bahwa peti yang diawasi itu, dijumpai oleh puteri raja yang
kebetulan berada di tepi sungai Nil bersantai bersama beberapa
dayangnya dan dibawanya masuk ke dalam istana dan diserahkan kepada
ibunya, isteri Fir'aun. Yukabad yang segera diberitahu oleh anak
perempuannya tentang nasib peti itu, menjadi kosonglah hatinya karena
sedih dan cepat serta hampir saja membuka rahsia peti itu, andai kata
Allah tidak meneguhkan hatinya dan menguatkan hanya kepada jaminan
Allah yang telah dinerikan kepadanya.
Raja Fir'aun ketika
diberitahu oleh Aisah, isterinya, tentang bayi laki-laki yang ditemui di
dalam peti yang terapung di atas permukaan sungai Nil, segera
memerintahkan membunuh bayi itu seraya berkata kepada isterinya: "Aku
khuatir bahwa inilah bayi yang diramalkan, yang akan menjadi musuh dan
penyebab kesedihan kami dan akan membinasakan kerajaan kami y besar
ini." Akan tetapi isteri Fir'aun yang sudah terlanjur menaruh simpati
dan sayang terhadap bayi yang lucu dan manis itu, berkata kepada
suaminya: "Janganlah bayi yang tidak berdosa ini dibunuh. Aku sayang
kepadanya dan lebih baik kami ambil dia sebagai anak, kalau-kalau kelak
ia akan berguna dan bermanfaat bagi kami. Hatiku sgt tertarik kepadanya
dan ia akan menjadi kesayanganku dan kesayangmu". Demikianlah jika
Allah Yang Maha Kuasa menghendaki sesuatu maka dilincinkanlah jalan
bagi terlaksananya takdir itu. Dan selamatlah nyawa putera Yukabad yang
telah ditakdirkan oleh Allah untuk menjadi rasul-Nya, menyampaikan
amanat wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang sudah sesat.
Nama
Musa yang telah diberikan kepada bayi itu oleh keluarga Fir'aun,
bererti air dan pohon {Mu=air , Sa=pohon} sesuai dengan tempat
ditemukannya peti bayi itu. Didatangkanlah kemudian ke istana beberapa
inang untuk menjadi ibu susuan Musa. Akan tetapi setiap inang yang
mencuba dan memberi air susunya ditolak oleh bayi yang enggan menyedut
dari setiap tetk yang diletakkan ke bibirnya. Dalam keadaan isteri
Fir'aun lagi bingung memikirkan bayi pungutnya yang enggan menetek dari
sekian banyak inang yang didatangkan ke istana, datanglah kakak Musa
menawarkan seorang inang lain yang mungkin diterima oleh bayi itu.
Atas
pertanyaan keluarga Fir'aun, kalau-kalau ia mengenal keluarga bayi
itu, berkatalah kakak Musa: "Aku tidak mengenal siapakah keluarga dan
ibu bayi ini. Hanya aku ingin menunjukkan satu keluarga yang baik dan
selalu rajin mengasuh anak, kalau-kalau bayi itu dpt menerima air susu
ibu keluarga itu".
Anjuran kakak Musa diterima oleh isteri Fir'aun
dan seketika itu jugalah dijemput ibu kandung Musa sebagai inang
bayaran. Maka begitu bibir sang bayi menyentuh tetek ibunya, disedutlah
air susu ibu kandungnya itu dengan sgt lahapnya. Kemudian diserahkan
Musa kepada Yukabad ibunya, untuk diasuh selama masa menetek dengan
imbalan upah yang besar. Maka dengan demikian terlaksanalah janji Allah
kepada Yukabad bahwa ia akan menerima kembali puteranya itu.
Setelah
selesai masa meneteknya, dikembalikan Musa oleh ibunya ke istana, di
mana ia di asuh, dibesar dan dididik sebagaimana anak-anak raja yang
lain. Ia mengenderai kenderaan Fir'aun dan berpakaian sesuai dengan
cara-cara Fir'aun berpakaian sehingga ia dikenal orang sebagai Musa bin
Fir'aun.
Bacalah tentang isi cerita di atas di dalam Al-Quran dari ayat 4 - 13 dalam surah "Al-Qashash" sebagai berikut :~
"4.~
Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan
menjadikan penduduknya berpecah belah dengan menindas segolongan dari
mrk, menyembelih anak lelaki mrk dan membiarkan hidup anak-anak
perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang
berbuat kerusakan.5.~ Dan Kami hendak memberi kurnia kepada orang-orang
yang tertindas di bumi {Mesir} itu dan hendak menjadi mrk pemimpin dan
menjadikan mrk orang-orang yang mewarisi {bumi}.6.~ Dan Kami akan
teguhkan kedudukan mrk di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada
Fir'aun dan Haman berserta tenteranya apa yang selalu mereka khuatirkan
dari mereka itu.7.~ Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa,"susukanlah dia,
dan apabila kamu khuatir terhadapnya, maka jatuhkan dia ke dalam sungai
{Nil}. Dan janganlah kamu khuatir dan janganlah pula bersedih hati,
karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan
menjadikannya {salah seorang} dari para rasul.8.~ Maka pungutlah ia
oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya ia menjadi musuh dan kesedihan
bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Haman berserta tenteranya adalah
orang-orang yang bersalah.9.~ Dan berkatalah isteri Fir'aun: "Ia {Musa}
biji mata bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan
ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak," sedang mrk
tiada menyedari.10.~ Dan menjadi kekosongan hait ibu Musa, seandainya
Kami tidak teguhkan hatinya, spy ia termasuk orang-orang yang percaya
{kepada janji Allah}.11.~ Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa
yang perempuan: "Ikutilah dia". Maka kelihatan olehnya Musa dari jauh,
sedang mereka tidak mengetahuinya.12.~ Dan Kami cegah Musa dari menyusu
kepada perempuan-perempuan yang nahu menyusukannya sebelum itu, maka
berkatalah saudara Musa: "Mahukah kamu aku tunjukkan kepada kamu
ahlul-bait yang akan memeliharakannya utkmu dan mrk dpt berlaku baik
kepadanya?"13.~ Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya supaya senang
hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji
Allah itu adalah benar, tetapi manusia kebanyakan tidak mengetahuinya."
{ Al-Qashash : 4 ~ 13 }
Musa keluar dari Mesir
Sejak
ia dikembali ke istana oleh ibunya setelah disusui, Musa hidup sebagai
slah seorang drp keluarga kerajaan hingga mencapai usia dewasanya,
dimana ia memperolehi asuhan dan pendidikan sesuai dengan tradisi
istana. Allah mengurniakannya hikmah dan pengetahuan sebagai persiapan
tugas kenabian dan risalah yang diwahyukan kepadanya. Di samping
kesempurnaan dan kekuatan rohani, ia dikurniai oleh Allah kesempurnaan
tubuh dan kekuatan jasmani.
Musa mengetahui dan sedar bahwa ia hanya
seorang anak pungut di istana dan tidak setitik darah Fir'aun pun
mengalir di dalam tubuhnya dan bahwa ia adalah keturunan Bani Isra'il
tg ditindas dan diperlakukan sewenang-wenangnya oleh kaum Fir'aun.
Karenanya ia berjanji kepada dirinya akan menjadi pembela kepada
kamunya yang tertindas dan menjadi pelindung bagi golongan yang lemah
yang menjadi sasaran kezaliman dan keganasan para penguasa. Demikianlah
maka terdorong oleh rasa setia kawannya kepada orang-orang yang
madhlum dan teraniaya, terjadilah suatu peristiwa yang menyebabkan ia
terpaksa meninggalkan istana dan keluar dari Mesir.
Peristiwa itu
terjadi ketika Musa sedang berjalan-jalan di sebuah lorong di waktu
tengahari di mana keadaan kota sunyi sepi ketika penduduknya sedang
tidur siang, Ia melihat kedua berkelahi seorang dari golongan Bani
Isra'il bernama Samiri dan seorang lagi dari kaum Fir'aun bernama
Fa'tun. Musa yang mendengar teriakan Samiri mengharapkan akan
pertolongannya terhadap musuhnya yang lebih kuat dan lenih besar itu,
segera melontarkan pukulan dan tumbukannya kepada Fatun yang seketika
itu jatuh rebah an menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Musa
terkejut melihat Fatun, orang Fir'aun itu mati karena tumbukannya yang
tidak disengajakan dn tidak akan mengharapkan membunuhnya. Ia merasa
berdoa dan beristighfar kepada Allah memohon ampun diatas perbuatannya
yang tidak sengaja, telah melayang nyawa salah seorang drp
hamba-hamba-Nya.
Peristiwa matinya Fatun menjadi perbualan ramai dan
menarik para penguasa kerajaan yang menduga bahwa pasti orang-orang
Isra'illah yang melakukan perbunuhan itu. Mereka menuntut agar pelakunya
diberi hukuman yang berat , bila ia tertangkap.
Anggota dan
pasukan keamanan negara di hantarkan ke seluruh pelusuk kota mencari
jejak orang yang telah membunuh Fatun, yang sebenarnya hanya diketahui
oleh Samiri dan Musa shj. akan tetapi, walaupun tidak orang ketiga yang
menyaksikan peristiwa itu, Musa merasa cemas dan takut dan berada
dalam keadaan bersedia menghadapi akibat perbuatannya itu bila sampai
tercium oleh pihak penguasa.
Alangkah malangnya nasib Musa yang
sudah cukup berhati-hati menghindari kemungkinan terbongkarnya rahsia
pembunuhan yang ia lakukan tatkala ia terjebat lagi tanpa disengajakan
dalam suatu perbuatan yang menyebabkan namanya disebut-sebut sebagai
pembunuh yang dicari. Musa bertemu lagi dengan Samiri yang telah
ditolongnya melawan Fatun, juga dalam keadaan berkelahi untuk kali
keduanya dengan salah seorang dari kaum Fir'aun. Melihat Musa
berteriaklah Samiri meminta pertolongannya. Musa menghampiri mereka
yang sedang berkelahi seraya berkata menegur Samiri: " Sesungguhnya
engkau adalah seorang yang telah sesat."
Samiri menyangkal bahwa
Musa akan membunuhnya ketika ia mendekatinya, lalu berteriaklah Samiri
berkata: "Apakah engkau hendak membunuhku sebagaimana engkau telah
membunuh seorang kelmarin? Rupanya engkau hendak menjadi seorang yang
sewenang-wenang di negeri ini dan bukan orang yang mengadilkan
kedamaian".
Kata-kata Samiri itu segera tertangkap orang-orang
Fir'aun, yang dengan cepat memberitahukannya kepada para penguasa yang
memang sedang mencari jejaknya. Maka berundinglah para pembesar dan
penguasa Mesir, yang akhirnya memutuskan untuk menangkap Musa dan
membunuhnya sebagai balasan terhadap matinya seorang dari kalangan kaum
Fir'aun.
Selagi orang-orang Fir'aun mengatur rancangan penangkapan
Musa, seorang lelaki slah satu daripada sahabatnya datang dari hujung
kota memberitahukan kepadanya dan menasihatkan agar segera meninggalkan
Mesir, karena para penguasa Mesir telah memutuskan untuk membunuhnya
apabila ia ditangkap. lalu keluarlah Musa terburu-buru meninggalkan
Mesir, ssebelum anggota polis sempat menutup serta menyekat pintu-pintu
gerbangnya.
Tentang
isi cerita ini, terdapat dalam al-Quran yang dapat di baca di dalam
surah "Al-Qashshas" ayat 14 - 21 sebagaimana berikut :~
"14.~
Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikannya
hikmah dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik.15.~ Dan Musa masuk ke kota {Memphis}
ketika penduduknya sedang tidur, maka didapatinya di dalam kota itu dua
orang lelaki sedang bergaduh, yang seorangnya dari golongannya {Bani
Isra'il} dan seorang lagi dari musuhnya {Kaum Fir'aun}. Maka orang dari
golongannya meminta pertolongan kepadanya untuk mengalahkan orang dari
musuhnya, lalu Musa menumbuknya dan matilah musuhnya itu. Musa berkta;
"Ini adalah perbuatan syaitan, sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang menyesatkan lagi nyata {permusuhannya}.16.~ Musa berdoa: "Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, karena itu
ampunilah aku". Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah
Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.17.~ Musa berkata : "Ya Tuhanku
demi nikmat Engkau anugerahkan kepadaku, aku sesekali tiada akan
menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa".18.~ Karena itu jadilah
Musa di kota itu merasa takut menunggu dengan khuatir {akibat
perbuatannya} maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongannya kelmarin
berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya:
"Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang sesat, yang nyata
{kesesatannya}.19.~ Maka tatkala Musa hendak memegang dengan kuat orang
yang menjadi musuh keduanya, berkata {seorang drp mereka}: "Hai Musa
apakah engkau bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kelmarin
telah membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak
menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri {ini}, dan
tiadalah kamu bermaksud menjadi salah seorang dari orang yang
mengadakan perdamaian".20.~ Dan datanglah seorang laki-laki dari hujung
kota bergegas-gegas, seraya berkata: "Hai Musa, sesungguhnya pembesar
negeri sedang berunding tentangmu, untuk membunuhmu oleh itu keluarlah
{dari kota ini}. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi
nasihat kepadamu.21.~ Mak keluarlah Musa dari kota ini dengan rasa
takut menunggu-nunggu dengan khuatir. Dia berdoa: "Ya Tuhanku
selamatkanlah dari orang-orang yang zalim itu." { Al-Qashash : 14 ~ 21 }
Musa bertemu Jodoh di kota Madyan
Dengan
berdoa kepada Allah: "Ya Tuhanku selamatkanlah aku dari segala tipu
daya orang-orang yang zalim" keluarlah Nabi Musa dari kota Mesir
seorang diri, tiada pembantu selain inayahnya Allah tiada kawan selain
cahaya Allah dan tiada bekal kecuali bekal iman dan takwa kepada Allah.
Penghibur satu-satunya bagi hatinya yang sedih karena meninggalkan
tanahi airnya ialah bahwa ia telah diselamatkan oleh Allah dari buruan
kaum fir'aun yang ganas dan kejam itu.
Setelah menjalani
perjalanan selama lapan hari lapan malam dengan berkaki ayam {tidak
berkasut} sampai terkupas kedua kulit tapak kakinya, tibalah Musa di
kota Madyan yaitu kota Nabi Syu'aib yang terletak di timur jazirah
Sinai dan teluk Aqabah di selatan Palestin.
Nabi Musa beristirehat
di bawah sebuah pokok yang rendang bagi menghilangkan rasa letihnya
karena perjalanan yang jauh, berdiam seorang diri karena nasibnya
sebagai salah seorang bekas anggota istana kerajaan yang menjadi
seorang pelarian dan buruan. Ia tidak tahu ke mana ia harus pergi dan
kepada siapa ia harus bertamu, di tempat di mana ia tidak mengenal dan
dikenal orang, tiada sahabat dan saudara. Dalam keadaan demikian
terlihatlah olehnya sekumpulan penggembala berdesak-desak mengelilingi
sebuah sumber air bagi memberi minum ternakannya masing-masing, sedang
tidak jauh dari tempat sumber air itu berdiri dua orang gadis yang
menantikan giliran untuk memberi minuman kepada ternakannya, jika para
penggembala lelaki itu sudah selesai dengan tugasnya.
Musa
merasa kasihan melihat kepada dua orang gadis itu yang sedang menanti
lalu dihampirinya dan ditanya : "Gerangan apakah yang kamu tunggu di
sini?" Kedua gadis itu menjawab: "Kami hendak mengambil air dan memberi
minum ternakan kami namun kami tidak dapat berdesak dengan lelaki yang
masih berada di situ. Kami menunggu sehingga mereka selesai memberi
minum ternakan mereka. Kami harus lakukan sendiri pekerjaan ini karena
ayah kami sudah lanjut usianya dan tidak dapat berdiri, jangan lagi
datang ke mari". Lalu tanpa mengucapkan sepatah kata dua pun
diambilkannyalah timba kedua gadis itu oleh Musa dan sejurus kemudian
dikembalikannya kepada mrk setelah terisi air penuh sedang sekeliling
sumber air itu masih padat di keliling para pengembala.
Setibanya
kedua gadis itu di rumah berceritalah keduanya kepada ayah mrk tentang
pengalamannya dengan Nabi Musa yang karena pertolongannya yangbtidak
diminta itu mrk dapat lebih cepat kembali ke rumah drp biasa. Ayah
kedua gadis yang bernama Syu'aib itu tertarik dengan cerita kedua
puterinya. Ia ingin berkenalan dengan orang yang baik hati itu yang
telah memberi pertolongan tanpa diminta kepada kedua puterinya dan
sekaligus menytakan terimakasih kepadanya. Ia menyuruh salah seorang
dari puterinya itu pergi memanggilkan Musa dan mengundangnya datang ke
rumah.
Dengan malu-malu pergilah puteri Syu'aib menemui Musa yang
masih berada di bawah pohon yang masih melamun. Dalam keadaan letih
dan lapar Musa berdoa: "Ya Tuhanku aku sangat memerlukan belas kasihmu
dan memerlukan kebaikan sedikit brg makanan yang Engkau turunkan
kepadaku."
Berkatalah gadis itu kepada Musa memotong lamunannya:
"Ayahku mengharapkan kedatanganmu ke rumah untuk berkenalan dengan
engkau serta memberi engkau sekadar upah atas jasamu menolong kami
mendapatkan air bagi kami dan ternakan kami."
Musa sebagai
perantau yang masih asing di negeri itu, tiada mengenal dan dikenali
orang tanpa berfikir panjang menerima undangan gadis itu dengan senang
hati. Ia lalu mengikuti gadis itu dari belakang menuju ke rumah ayahnya
yang bersedia menerimanya dengan penuh ramah-tamah, hormat dan
mengucapkan terimakasihnya.
Dalam berbincang-bincang dab
bercakap-cakap dengan Syu'aib ayah kedua gadis yang sudah lanjut
usianya itu Musa mengisahkan kepadanya peristiwa yang terjadi pd
dirinya di Mesri sehingga terpaksa ia melarikan diri dan keluar
meninggalkan tanah airnya bagi mengelakkan hukuman penyembelihan yang
telah direncanakan oleh kaum Fir'aun terhadap dirinya.
Berkata
Syu'aib setelah mendengar kisah tamunya: "Engkau telah lepas dari
pengejaran dari orang-orang yang zalim dan ganas itu adalah berkat
rahmat Tuhan dan pertolongan-Nya. Dan engkau sudah berada di sebuah
tempat yang aman di rumah kami ini, di man engkau akan tinggallah
dengan tenang dan tenteram selama engkau suka."
Dalam pergaulan
sehari-hari selama ia tinggal di rumah Syu'aib sebagai tamu yang
dihormati dan disegani Musa telah dapat menawan hati keluarga tuan
rumah yang merasa kagum akan keberaniannya, kecerdasannya, kekuatan
jasmaninya, perilakunya yang lemah lembut, budi perkertinya yang halus
serta akhlaknya yang luhur. Hal mana telah menimbulkan idea di dalam
hati salah seorang dari kedua puteri Syu'aib untuk mempekerjakan Musa
sebagai pembantu mereka. Berkatalah gadis itu kepada ayahnya: "wahai
ayah! Ajaklah Musa sebagai pembantu kami menguruskan urusan rumahtangga
dan penternakan kami. Ia adalah seorang yang kuat badannya, luhur budi
perkertinya, baik hatinya dan boleh dipercayai."
Saranan gadis
itu disepakati dan diterima baik oleh ayahnya yang memang sudah menjadi
pemikirannya sejak Musa tinggal bersamanya di rumah, menunjukkan sikap
bergaul yang manis perilaku yang hormat dab sopan serta tangan yang
ringan suka bekerja, suka menolong tanpa diminta.
Diajaklah Musa
berunding oleh Syu'aib dan berkatalah kepadanya: "Wahai Musa! Tertarik
oleh sikapmu yang manis dan cara pergaulanmu yang sopan serta akhlak
dan budi perkertimu yang luhur, selama engkau berada di rumah ini kami
dan mengingat akan usiaku yang makin hari makin lanjut, maka aku ingin
sekali mengambilmu sebagai menantu, mengahwinkan engkau dengan salah
seorang dari kedua gadisku ini. Jika engkau dengan senang hati menerima
tawaranku ini, maka sebagai maskahwinnya, aku minta engkau bekerja
sebagai pembantu kami selama lapan tahun menguruskan penternakan kami
dan soal-soal rumahtangga yang memerlukan tenagamu. Dan aku sangat
berterima kasih kepada mu bila engkau secara suka rela mahu menambah dua
tahun di atas lapan tahun yang menjadi syarat mutlak itu."
Nabi
Musa sebagai buruan yang lari dari tanah tumpah darahnya dan berada di
negeri orang sebagai perantau, tada sanak saudara, tiada sahabat telah
menerima tawaran Syu'aib iut sebagai kurniaan dari Tuhan yang akan
mengisi kekosongan hidupnya selaku seorang bujang yang memerlukan teman
hidup untuk menyekutunya menanggung beban penghidupan dengan segala
duka dan dukanya. Ia segera tanpa berfikir panjang berkata kepada
Syu'aib: "Aku merasa sgt bahagia, bahwa pakcik berkenan menerimaku
sebagai menantu, semuga aku tidak menghampakan harapan pakcik yang
telah berjasa kepada diriku sebagai tamu yang diterima dengan penuh
hormat dan ramah tamah, kemudian dijadikannya sebagai menantu, suami
kepada anak puterinya. Syarat kerja yang pakcik kemukakan sebagai
maskahwin, aku setujui dengan penuh tanggungjawab dab dengan senang
hati."
Setelah masa lapan tahun bekerja sebagai pembantu Syu'aib
ditambah dengan suka rela dilampaui oleh Musa, dikahwinkanlah ia
dengan puterinya yang bernama Shafura. Dan sebagai hadiah perkahwinan
diberinyalah pasangan penganti baru itu oleh Syu'aib beberapa ekor
kambing untuk dijadikan modal pertama bagi hidupnya yang baru sebagai
suami-isteri. Pemberian beberpa ekor kambing itu juga merupakan tanda
terimaksih Syu'aib kepada Musa yang selama ini di bawah pengurusannya,
penternakan Syu'aib menjadi berkembang biak dengan cepatnya dan memberi
hasil serta keuntungan yang berlipat ganda.
Bacalah
tentang isi cerita yang terurai ini di dalam ayat 22 sampai ayat 28,
surah "Al-Qashash" juz 20 yang berbunyi sebagai berikut :~
"22.~
Dan tatkala ia menghadap ke negeri Madyan, ia berdoa {lagi}:
"Mudah-mudahan Tuhanku menimpaiku ke jalan yang benar."23.~ Dan tatkala
ia sampai di sumber air di negeri Madyan, ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang memberi minum {ternakannya} dan ia
menjumpai di belakang orang ramai itu, dua orang wanita yang sedang
menghambat ternakannya. Musa berkata: "Apakah maksudmu {dengan berbuat
begitu}?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan
{ternakan kami} sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan
{ternakkannya} sedang bapa kami orang tua yang telah lanjut
umurnya."24.~ Maka Musa memberi minum ternakan itu {utk menolong}
keduanya, kemudian kembali ke tempat yang teduh, lalu berdoa: " Ya
Tuhanku! Sesungguhnya aku memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau
turunkan kepadaku."25.~ Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang
daripada kedua wanita itu dengan malu-malu ia berkata: "Sesungguhnya
bapaku memanggilmu agar ia memberi pembalasan {kebaikanmu} memberi
minum {ternakan} kami." Maka tatkala Musa mendatangi bapanya {Syu'aib}
dan menceritakan kepadanya cerita {mengenai dirinya}. Syu'aib berkata:
"Janganlah kamu takut, kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim
itu."26.~ Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapaku,
ambil ia sebagai orang yang bekerja {dengan kita}. karena sesungguhnya
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja {dengan kita}
ialah orang yang kuat lagi dpt dipercayai."27.~ Berkatalah dia
{Syu'aib}: " Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah
seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku
lapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun itu adalah dari
kemahuanmu, maka aku tidak mahu memberati kamu. Dan kamu insya-Allah
kelak akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik."28.~ Dia
berkata: "Itulah {perjanjian} antara aku dan kamu, mana saja dari kedua
waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan
tambahan atas diriku {lagi}. Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita
ucapkan." { Al-Qashash : 22 ~ 28 }
Musa A.S. pulang ke Mesir dan menerima Wahyu
Sepuluh
tahun lebih Musa meninggalkan Mesir tanah airnya, sejak ia melarikan
diri dari buruan kaum Fir'aun. Suatu waktu yang cukup lama bagi
seseorang dpt bertahan menyimpan rasa rindunya kepada tanah air, tempat
tumpah darahnya , walaupun ia tidak pernah merasakan kebahagiaan hidup
di dalam tanah airnya sendiri. Apa lagi seorang seperti Musa yang
mempunyai kenang-kenangan hidup yang seronok dan indah selama ia berada
di tanah airnya sendiri selaku seorang dari keluarga kerajaan yang
megah dan mewah, maka wajarlah bila ia merindukan Mesir tanah tumpah
darahnya dan ingin pulang kembali setelah ia beristerikan Shafura,
puteri Syu'aib.
Bergegas-gegaslah Musa berserta isterinya
mengemaskan barang dan menyediakan kenderaan lalu meminta diri dari
orang tuanya dan bertolaklah menuju ke selatan menghindari jalan umum
supaya tidak diketahui oleh orang-orang Fir'aun yang masih mencarinya.
Setibanya
di "Thur Sina" tersesatlah Musa kehilangan pedoman dan bingung manakah
yang harus ia tempuh. Dalam keadaan demikian terlihatlah oleh dia
sinar api yang nyala-nyala di atas lereng sebuah bukit. Ia berhenti
lalu lari ke jurusan api itu seraya berkata kepada isterinya:
"Tinggallah kamu disini menantiku. Aku pergi melihat api yang menyala di
atas bukit itu dan segera aku kembali. Mudah-mudahan aku dapat membawa
satu berita kepadamu dari tempat api itu atau setidak-tidaknya membawa
sesuluh api bagi menghangatkan badanmu yang sedang menggigil
kesejukan."
Tatkala Musa sampai ke tempat api itu terdengar oleh
dia suara seruan kepadanya datang dari sebatang pohon kayu di pinggir
lembah yang sebelah kanannya pada tempat yang diberkahi Allah. Suara
seruan yang didengar oleh Musa itu ialah: "Wahai Musa! Aku ini adalah
Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu. Sesungguhnya kamu berada
di lembah yang suci Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah
apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya aku ini adalah Allah
tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah solat untuk
mengingat akan Aku."
Itulah
wahyu yang pertama yang diterima langsung oleh Nabi Musa sebagai tanda
kenabiannya, di mana ia telah dinyatakan oleh Allah sebagai rasul dan
nabi-Nya yang dipilih Nabi Musa dalam kesempatan bercakap langsung
dengan allah di atas bukit Thur Sina itu telah diberi bekal oleh Allah
yang Maha Kuasa dua jenis mukjizat sebagai persiapan untuk menghadap
kaum Fir'aun yang sombong dan zalim itu.
Bertanyalah Allah kepada
Musa: "Apakah itu yang engkau pegang dengan tangan kananmu hai Musa!"
Suatu pertanyaan yang mengadungi erti yang lebih dalam dari apa yang
sepintas lalu dapat ditangkap oleh Nabi Musa dengan jawapannya yang
sederhana. "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan pdnya dan aku pukul
daun dengannya untuk makanan kambingku. Selain itu aku dapat pula
menggunakan tongkatku untuk keperluan-keperluan lain yang penting
bagiku."
Maksud dan erti dari pertanyaan Allah yang nampak
sederhana itu baru dimegertikan dan diselami oleh Musa setelah Allah
memerintahkan kepadanya agar meletakkan tongkat itu di atas tanah, lalu
menjelmalah menjadi seekor ular besar yang merayap dengan cepat
sehingga menjadikan Musa lari ketakutan. Allah berseru kepadanya:
"Peganglah ular itu dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya kepada
keadaan asal."
Maka begitu ular yang sedang merayap itu ditangkap
dan dipegang oleh Musa, ia segera kembali menjadi tongkat yang ia
terima dari Syu'aib, mertuanya ketika ia bertolak dari Madyan.
Sebagai
mukjizat yang kedua, Allah memerintahkan kepada Musa agar mengepitkan
tangannya ke ketiaknya yang nyata setelah dilakukannya perintah itu,
tangannya menjadi putih cemerlang tanpa cacat atau penyakit.
Bacalah tentang isi cerita di atas dalam surah "Thaahaa" ayat 9 sehingga 23 juz 16 sebagai berikut :~
"9.~
Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa? 10.~ Ketika itu melihat api,
lalu berkatalah ia kepada keluarganya: "Tinggallah kamu {di sini}
sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit
daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu."
11.~ Mak ketika ia datang ke tempat api itu, ia dipanggil: "Hai Musa,
12.~ Sesungguhnya Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua
terompahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci Thuwa. 13.~
Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan
{kepadamu}. 14.~ Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan
selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah solat untuk mengingati
Aku. 15.~ Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahsiakan
{waktunya} agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang
diusahakannya. 16.~ Maka sesekali janagnlah kamu dipalingkan
daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang
mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu menjadi binasa." 17.~
Apakah itu yang ditangan kananmu, hai Musa?" 18.~ Berkata Musa: "Ini
adalah tongkatku, aku bertelekan padanya dan aku memukul {daun}
dengannya untuk kambingku dan bagiku ada lagi keperluan yang lain
padanya." 19.~ Allah berfirman: "Lemparkanlah ia, hai Musa!" 20.~ Lalu
dilemparkanlah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang
merayap dengan cepat. 21.~ Allah berfirman: "Peganglah ia dan jangan
takut. Kami akan mengembalikannya kepada keadaan asalnya." 22.~ Dan
kepitkanlah tanganmu di ketiakmu, nescaya ia keluar menjadi putih
cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain {pula}. 23.~ untuk
Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami
yang sangat besar." {Thaahaa : 9 ~ 23 }
Musa diperintahkan berdakwah kepada Fir'aun
Raja
Fir'aun yang telah berkuasa di Mesir telah lama menjalankan
pemerintahan yang zalim, kejam dan ganas. Rakyatnya yang terdiri dari
bangsa Egypt yang merupakan penduduk peribumi dan bangsa Isra'il yang
merupakan golongan pendatang, hidup dalam suasana penindasan, tidak
merasa aman bagi nyawa dan harta bendanya.
Tindakan sewenang-wenang
dan pihak penguasa pemerintahan terutamanya ditujukan kepada Bani
Isra'il yang tidak diberinya kesempatan hidup tenang dan tenteram.
Mereka dikenakan kerja paksa dan diharuskan membayar berbagai pungutan
yang tidak dikenakan terhadap penduduk bangsa Egypt, bangsa Fir'aun
sendiri.