Selasa, 19 Maret 2013

NGABEN , UPACARA PEMBAKARAN MAYAT DI BALI .


Ngaben adalah upacara Pitra Yadnya, rangkain upacara Ngaben salah satunya prosesi pembakaran mayat yang bertujuan untuk menyucikan roh leluhur orang sudah meninggal. Tradisi ini masih dilakukan secara turun-temurun oleh hampir semua masyarakat Hindu di Bali. Menurut Agama Hindu terutama di Bali, tubuh manusia terdiri dari badan halus dan badan kasar juga karma. Badan kasar terdiri dari 5 unsur yaitu zat padat, cair, panas, angin dan ruang hampa, lima elemen ini disebut Panca Maha Bhuta, pada saat meninggal lima elemen ini akan menyatu kembali ke asalnya, dan badan halus yang berupa roh yang meninggalkan badan kasar akan disucikan pada saat upacara Ngaben. Dan karma/ hasil perbuatan yang dilakukan selama hidup, akan selalu melekat dan akan berpengaruh kepada kehidupan selanjutnya dan saat reinkarnasi.
Berikut beberapa gambar yang diambil tanggal 28 Juli 2012 saat upacara Ngaben di Dadia Dalem Prajurit desa Culik, Abang, Kabupaten Karangasem.
Upacara Ngaben di Dadia Dalem Prajurit
Kata Ngaben berasal dari kata beya yang artinya bekal dan ngabu yang berarti abu, untuk membuat sesuatu menjadi abu diperlukan api, dan dalam ajaran agama Hindhu yang mempunyai kekuatan sebagai dewa Api adalah Brahma. Jadi upacara Ngaben sendiri adalah proses penyucian roh dengan cara dibakar menggunakan api agar bisa dapat kembali ke sang pencipta, api penjelmaan dari Dewa Brahma bisa membakar semua kekotoran yang melekat pada jasad dan roh orang yang telah meningggal. upacara ngaben dianggap sebagai simbolis pengantar atma/ jiwa ke alam pitra atau baka. Proses pengantaran atma ke alam pitra merupakan prinsip utama yang slalu dituangkan melalui symbol berupa upacara yang disebut Ngaben, proses ini merupakan prinsip pertama dalam ontologi upacara ngaben.
Ngaben di Dadia Dalem Prajurit ~ Culik
Upacara ngaben dilaksanakan beberapa hari setelah orang tersebut meninggal, upacara ini bisa dilakukan secara perorangan, sesama satu keluarga besar, satu banjar ataupun satu desa ini sesuai dengan tingkat kemampuan ekonomi seseorang, adat dan tradisi desa setempat di mana orang tersebut meninggal, sehingga tubuh orang yang meninggal harus dikubur terkebih dahulu menunggu beberapa tahun berikutnya dan menentukan hari baik yang telah ditentukan oleh Pendeta yang akan memimpin upacara,.Upacara ini biasanya dilakukan dengan semarak, tidak ada isak tangis, karena di Bali ada suatu keyakinan bahwa kita tidak boleh menangisi orang yang telah meninggal karena itu dapat menghambat perjalanan sang arwah menuju tempatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar